Konsep wilayah dan tata ruang.
Sering kali orang mengucapkan kata region,
daerah, wilayah, space, dan area. Keempat kata tersebut secara bahasa
merupakan sinonim, tetapi mempunyai penerapan yang berbeda yakni
menyesuaikan dengan konteksnya. Istilah yang sering dipakai dalam
terminology berbagai dsiplin ilmu terutama ilmu kebumian dan teknik
perencanaan, seperti ilmu geografi, geodesi, planologi dan lain-lain
adalah region dan spasial. Dalam bahasa Inggris Anglosaxon, lebih banyak
digunakan istilah region, sedangkan istilah spasial (space) yang
berbentuk kata sifat kini popular bersamaan munculnya berbagai teknik
analisis keruangan (spatial analysis) dengan menggunakan berbagai
perangkat lunak.
Region adalah suatu wilayah yang memiliki
ciri-ciri keseragaman gejala internal (internal uniformity) atau fungsi
yang membedakan wilayah tersebut dengan wilayah lain. Ciri-ciri
keseragaman tersebut dapat berupa kenampakan sosial maupun kenampakan
fisik. Kenampakan sosial antara lain berupa kegiatan perekonomian/mata
pencaharian, bentuk pemerintahan, bentuk kebudayaan, atau kenampakan
fisik, yang dapat berupa keseragaman iklim, kesamaan topografi (dataran,
pegunungan, lembah, dan lain-lain), kesamaan lokasi geografis, dan
lain-lain.
Region yang penentuannya didasarkan pada keseragaman gejala internal sebagaimana tersebut di atas disebut dengan formal region.
Sementara region juga dapat dilihat sebagai bagian dari suatu sistem,
dalam arti bahwa suatu region berhubungan dengan region lainnya sebagai
suatu sistem, dalam hal ini region disebut sebagai functional region.
Wilayah Formal (Formal Region)
Wilayah formal adalah suatu wilayah yang
dicirikan berdasarkan keseragaman atau homogenitas tertentu. Oleh karena
itu, wilayah formal sering pula disebut wilayah seragam (uniform
region). Homogenitas dari wilayah formal dapat ditinjau berdasarkan
kriteria fisik atau alam ataupun kriteria sosial budaya.
Wilayah formal berdasarkan kriteria fisik
didasarkan pada kesamaan topografi, jenis batuan, iklim, dan vegetasi.
Misalnya, wilayah pegunungan kapur (karst), wilayah beriklim dingin, dan
wilayah vegetasi mangrove. Adapun wilayah formal berdasarkan kriteria
sosial budaya, seperti wilayah suku Asmat, wilayah industri tekstil,
wilayah Kesultanan Yogyakarta, dan wilayah pertanian sawah basah.
Wilayah Fungsioanal (Nodal Region)
Wilayah fungsional adalah wilayah yang
dicirikan oleh adanya kegiatan yang saling berhubungan antara beberapa
pusat kegiatan secara fungsional. Misalnya, Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang secara fisik memiliki kondisi
yang berbeda (heterogen) namun secara fungsional saling berhubungan
dalam memenuhi kebutuhan hidup penduduk di setiap wilayah.
Hubungan antarpusat kegiatan pada umumnya
dicirikan dengan adanya arus transportasi dan komunikasi yang pada
akhirnya menunjang pertumbuhan dan perkembangan dari setiap wilayah
tersebut. Pada awal perkembangannya, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi merupakan kota-kota yang terpisah dan tidak saling
memengaruhi.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan
Kota Jakarta, kota di sekitarnya seperti Bekasi, Tangerang, Depok, dan
Bogor menjadi wilayah penyangga bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota
Jakarta. Dalam pengertian lain Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor
merupakan suatu wilayah fungsional bagi pertumbuhan dan perkembangan
Jakarta. Demikian pula dengan Jakarta merupakan wilayah fungsional bagi
pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya termasuk
Bogor, Depok,Tangerang, dan Bekasi.
Secara umum kota merupakan wilayah
fungsional yang berperan dalam memenuhi kebutuhan penduduk pedesaan di
sekitarnya. Demikian pula desa merupakan wilayah fungsional yang
berperan dalam menyokong pemenuhan kebutuhan hidup penduduk kota. Dengan
demikian, antara kota dan desa walaupun secara fisik berbeda namun
secara fungsional selalu saling berhubungan.
Perwilayahan
Perwilayahan adalah proses membagi ruang
menjadi beberapa bagian. Untuk melakukan regionalisasi (perwilayahan)
suatu bagian permukaan bumi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
yakni dengan menggunakan aspek tertentu yang dimiliki secara
bersama-sama oleh bagian-bagian permukaan bumi tersebut, sehingga antar
bagian permukaan bumi tersebut menjadi relatif homogin. Secara umum
regionalisasi bagian-bagian permukaan bumi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan 4 dasar, yakni: river basin, similarity, functionality, dan
adhoc. Sementara dalam ilmu wilayah dikenal beberapa paradigma wilayah
yang dapat digunakan untuk pewilayahan, dan dapat dijadikan dasar bagi
pengaturan dalam undang-undang penataan ruang, yakni: Daerah aliran
sungai, Wilayah homogin, Wilayah nodal, Wilayah metropolitan, Wilayah
pengelolaan (Son Diamar dalam Jakub Rais, 2004).
River Basin
Regionalisasi berdasrkan azas river basin
adalah penentuan suatu permukaan bumi sebagai suatu region berdasarkan
satuan lahan aerah aliran sungai (DAS) atau watershed. River basin
adalah daerah yang menjadi tempat presipitasi air hujan yang dibatasi
oleh igir-igir, sehingga air huja terkonsentrasi melalui berbagai anak
sungai menuju sungai utama yang merupakan satu outlet menuju ke laut.
DAS merupakan satuan ekosistem yang
kompleks dan luasnya dapat melebihi luas wilayah administrative
kabupaten, meskipun mungkin tidak selalu demikian tetapi pada umumnya
DAS lebih luas dari wilayah administrative kabupaten.
Similarity
Azas similarity atau azas kesamaan, ada
yang menyebutnya sebagai azas homoginity adalah suatu dasar untuk
menentukan bahwa suatu bagian permukaan bumi dinyatakan sebagai suatu
region karena memiliki karakteristik yang homogin atau kesamaan tertentu
baik secara fisik maupun budaya (kultur). Secara fisik aspek yang
menjadi ciri khas kesamaan dapat berupa letak geografis, fisiografis
(bentuk lahan, jenis tanah, geologis), klimatologis, keterkaitan dengan
kondisi fisiografis dengan daerah lain. Kesamaan secara kultur dapat
berupa mata pencaharian, adat istiadat, latar belakang sejarah,
ideologis, tingkat peradaban, dan lain-lain. Kedua aspek similaritas ini
dapat berlaku secara sendiri-sendiri dan dapat pula secara
komplementar. Region yang terwujud karena similaritas komplementer
biasanya soliditasnya lebih kuat. Kesamaan secara fisik saja tidak cukup
untuk dianggap sebagai region yang solid, karena banyak bukti
menunjukkan banyak wilayah-wilayah di permukaan bumi ini yang secara
fisik sebagai satu region tetapi defacto menjadi tidak satu region.
Functionality
Suatu bagian permukaan bumi dapat
dinyatakan sebagai sebuah region karena memiliki kesamaan fungsi. Suatu
daerah memiliki fungsi tertentu bila dikaitkan dengan daerah lainnya.
Fungsi tersebut muncul karena adanya perbedaan potensi fisik, budaya
atau perpaduan antara fisik dan budaya. Suatu daerah dapat dinyatakan
sebagai penghasil tembakau, pengimpor beras, pengekspor minyak, dan
lain-lain. Di daerah perkotaan ada daerah yang disebut pusat kota, pusat
bisnis, dan lain-lain. Penamaan tersebut karena secara sistemik,
terdapat daerah yang menghasilkan suatu komoditi dan ada daerah yang
mengkonsumsi komoditi. Demikian pula bagian dari wilayah kota, ada yang
tidak menjadi pusat, ada daerah kota yang tidak berfungsi sebagai pusat
bisnis dan sebaliknya. Termasuk dalam penamaan kota dan desa, keduanya
dapat dianggap mempunyai fungsi yang berbeda, sehingga keduanya menjadi
region sendiri-sendiri dalam satu sistem.
Adhoc
Adalah penentuan region berdasarkan salah
satu kesamaan karakter yang dimiliki oleh bagian tertentu dari permukaan
bumi yang bersifat relative/tidak tetap atau sementara, karena ada
peristiwa tertentu atau untuk tujuan tertentu.. Suatu daerah dapat
dianggap sebagai satu region oleh hanya satu atau lebih kesamaan bahkan
kesamaan tersebut dapat diciptakan untuk maksud tertentu. Contoh
regionalisasi berdasar azas adhoc adalah region endemic flu burung,
region A dan B yang berbeda secara administrative dapat menjadi satu
region karena keduanya sama-sama terjangkit flu burung.
Contoh lainnya adalah region pemilihan
dalam pemilihan umum. Penentuan suatu daerah pemilihan ditentukan atas
dasar kepentingan kemudahan koordinasi dan manajemen pemilu. Setelah
pemilu selesai regionalisasi tersebut selesai. Hanya saja regioanlisasi
secara adhoc ini tidak selamanya bersifat sementara seperti dalam contoh
penentuan daerah pemilu, tetapi dapat bersifat tetap meskipun aspek
yang menjadi dasar regionalisasi hanya bersifat relative.
Nodal
Suatu wilayah/region dapat diidentifikasi
sebagai suatu satuan wilayah yang terbentuk karena adanya jaringan
interaksi antar pusat-pusat kegiatan, dalam hal produksi, distribusi,
dan pelayanan. Dalam konsep geografi, nodal biasa digunakan untuk
menggambarkan system kota-kota atau system pusat-pusat permukiman. Dalam
system ini, pusat-pusat kegiatan mempunyai hierarkhi, orde, atau eselon
(Son Diamar dalam Jacub Rais, 2004).
Berdasarkan konsepsi wilayah nodal
tersebut, maka dapat saja terjadi suatu region nodal mencakup sua atau
lebih daerah kabupaten/propinsi, misalnya salah satu propinsi ditentukan
sebagai orde I, sedangkan dua propinsi lainnya menjadi sub-ordinatnya,
yakni pusat orde II.
Metropolitan
Metro (mater, mather, induk), jadi suatu
wilayah dapat diidentifikasi sebagai wilayah metropolitan berdasarkan
adanya satuan wilayah perkotaan yang terdiri dari satu atau lebih kota
induk beserta beberapa kota satelit di sekitarnya, yang saling
berhubungan membentuk satu kesatuan social, ekonomi, dan ekologi
perkotaan. Contoh wilayah metropolitan adalah Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi), Surabaya Raya yang dikenal dengan
sebutan Gerbang Kertosusilo (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, dan
Lamongan.
Lamongan.
Pengelolaan
Satuan wilayah ini ditentukan berdasarkan
suatu hukum, seperti undang-undang atau lainnya, menjadi yurisdiksi, dan
atau wilayah “kewenangan” dan tanggung jawab pengelolaan, untuk
mencapai tujuan tertentu. Contohnya adalah wilayah administratif
pemerintah daerah (pemda), wilayah otorita, daerah khusus, dan
lain-lain.
Dasar lainnya
Regionalisasi atau pewilayahan yang
merupakan paradigma baru diperkenalkan oleh the Habibie Center,
Departemen kelautan dan Perikanan, dan Dewan Maritim Indonesia, yakni
paradigma wilayah benua maritime. Inti paradigm ini memandang wilayah
Negara kepualauan sebagai satu benua, karena dilihat dari sejarah
geologinya berjuta tahun sebelum es mencair menjadi laut, pulau-pulau
tersebut merupakan satu benua yang tidak terpisah-pisah (gondwana).
Karena pulau-pulau saat ini telah terpisah,
maka penyatunya adalah dasar laut, sehingga menjadi benua dasar laut
yang harus dikelola secara terpadu. Tetapi karena luasnya benua laut
ini, maka wilayah benua maritime Indonesia dibagi menjadi
wilayah-wilayah yang lebih kecil yang dinamakan wilayah kemaritiman.
Dalam wilayah kemaritiman terdapat berbagai wilayah seperti DAS, wilayah
homogin, wilayah nodal, mungkin beberapa wilayah metropolitan, yang
berinteraksi melalui laut. Dengan paradigm ini, maka laut bukan sebagai
pemisah, tetapi laut sebagai penyatu. Laut mengintegrasikan antar
wilayah darat (Son Diamar dalam Jakub Rais, 2004).
Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan
pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Sebaiknya kita melihat isi dari Undang –
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, untuk mengetahui lebih
pasti definisi dari tata ruang seperti yang terjabarkan dalam uraian
dibawa ini:
- Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
- Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
- Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
- Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
- Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
- Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun yang menunjukkan adanya
hierarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang adalah
hasil perencanaan tata ruang berupa rencana – rencana kebijaksanaan
pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan. Contoh
peruntukan ruang antaran lain:
- kawasan permukiman perkotaan, kawasan permukiman perdesaan, kawasan produksi, sistem prasarana wilayah meliputi: prasarana transportasi, telekomunikasi dan pengairan dan prasarana lainnya.
- Kawasan Permukiman adalah bagian kawasan budidaya baik perkotaan maupun perdesaan dengan dominasi fungsinya kegiatan permukiman.
- Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama adalah pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
- Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
- Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
- Kawasan Prioritas adalah yang mendapat prioritas paling utama di dalam pengembangan dan penanganannya dengan memperhatikan kawasan strategis dalam wilayah provinsi dan aspek lain yang bersifat kabupaten untuk mewujudkan sasaran pembangunan sesuai dengan potensi dan kondisi geografis.
- Kawasan Strategis adalah kawasan yang mempunyai peranan penting untuk pengembangan ekonomi, sosial budaya, lingkungan maupun pertahanan keamanan dilihat secara nasional dan provinsi
Dari pengertian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang mengapa diperlukan penyusunan rencana tata ruang, yaitu:
- Untuk mencegah atau menghindari benturan-benturan kepentingan atau konflik antar sektor dan antar kepentingan dalam pembangunan masa kini dan masa yang akan datang.
- Untuk menghindari terjadinya diskriminasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
- Untuk tercapainya optimalisasi pemanfaatan ruang yang memperlihatkan daya dukung dan kesesuaian wilayah terhadap jenis pemanfaatannya.
- Untuk terciptanya kemudahan pemanfaatan fasilitas dan pelayanan sosial ekonomi bagi segenap masyarakat maupun sektor-sektor yang terkait.
- Untuk terjadinya kesesuaian antara tuntutan kegiatan pembangunan di satu pihak dengan kemampuan wilayah di pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Untuk dapat terciptanya interaksi fungsional yang optimal baik antara unit-unit wilayah maupun wilayah lainnya.
- Menjaga kelestarian dan kemampuan ruang serta menjamin kesinambungan pembangunan di berbagai sektor.
- Untuk dapat memberikan arahan bagi penyusunan program-program tahunan. Agar dapat terjadi kesesuaian sosial ekonomi akibat pemanfaatan ruang terhadap perkembangan ekonomi dan sosial yang sedang maupun mendatang.
- Untuk dapat menciptakan kemudahan bagi masyarakat untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan produksi. Terciptanya suatu pola pemanfaatan ruang yang mampu mengakomodir segala bentuk kegiatan yang terjadi di dalam ruang tersebut.
Pembangunan dan pertumbuhan wilayah
Ada segudang pemahaman tentang pembangunan
dari berbagai tinjauan keilmuan. Titik temunya adalah satu yaitu,
menciptakan perubahan pada masyarakat ke arah kemajuan dan
kesejahteraan. Seperti tampak dari dua definisi berikut;
Pembangunan ialah suatu upaya meningkatkan
segenap sumber daya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan
dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan
masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan tujuan
untuk membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan cita-cita yang
lebih baik. Effendi (2002:2)
pembangunan dapat diartikan sebagai suatu
upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak
secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Namun dalam pembangunan dibutuhkan strategi
yang jitu. Banyak negara berkembang yang salah atur dalam strategi dan
proses pembangunannya, berefek pada terjebaknya negara tersebut pada
jurang kemiskinan yang lebih dalam.
Dalam perspektif geografi pembangunan
adalah manajemen ruang. Sangat sulit dikejar target pembangunan untuk
menghilangkan gap (jarak) antara negara maju dan negara berkembang jika
proses pembangunan tanpa menentukan ruang prioritas. ruang prioritas ini
yang akan menstimulus, difusi pembangunan pada ruang-ruang di
sekitarnya. Dalam istilah ekonomi ini dikenal dengan istilah
Trickle-down effect.
The trickle-down effect is a model of product adoption in marketing that affects many consumer goods and services.
It states that fashion flows vertically from the upper classes to the lower classes within society, each social class influenced by a higher social class. Two conflicting principles drive this diffusion dynamic. Lesser social groups seek to establish new status claims by adopting the fashions of higher social groups in imitation, whilst higher social groups respond by adopting new fashions to differentiate themselves. This provokes an endless cycle of change, driving fashion forward in a continual process of innovation.
Terjemahan dengan Google Translate: Efek menetas adalah model adopsi produk dalam pemasaran yang mempengaruhi banyak barang dan jasa konsumen.
Ini menyatakan bahwa mode mengalir secara vertikal dari kelas atas ke kelas bawah dalam masyarakat, setiap kelas sosial dipengaruhi oleh kelas sosial yang lebih tinggi. Dua prinsip yang saling bertentangan mendorong dinamika difusi ini. Kelompok sosial yang lebih kecil berusaha untuk menetapkan klaim status baru dengan mengadopsi mode kelompok sosial yang lebih tinggi dalam meniru, sementara kelompok masyarakat yang lebih tinggi merespons dengan mengadopsi mode baru untuk membedakan dirinya sendiri. Ini memprovokasi siklus perubahan yang tiada henti, mendorong mode maju dalam proses inovasi yang berkesinambungan.
Ini menyatakan bahwa mode mengalir secara vertikal dari kelas atas ke kelas bawah dalam masyarakat, setiap kelas sosial dipengaruhi oleh kelas sosial yang lebih tinggi. Dua prinsip yang saling bertentangan mendorong dinamika difusi ini. Kelompok sosial yang lebih kecil berusaha untuk menetapkan klaim status baru dengan mengadopsi mode kelompok sosial yang lebih tinggi dalam meniru, sementara kelompok masyarakat yang lebih tinggi merespons dengan mengadopsi mode baru untuk membedakan dirinya sendiri. Ini memprovokasi siklus perubahan yang tiada henti, mendorong mode maju dalam proses inovasi yang berkesinambungan.
Pusat pertumbuhan (growth pole)
Dalam Geografi Pembangunan dikenal istilah
Pusat pertumbuhan (growth pole). Pusat pertumbuhan (growth pole) adalah
suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhan pembangunannya sangat pesat
jika dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat dijadikan
sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan wilayah lain di sekitarnya. Jika Anda amati berbagai
wilayah di dunia, Anda dapat melihat pertumbuhan wilayah yang
berbeda-beda.
Setiap wilayah memiliki potensi yang
berbeda-beda. Potensi suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai aspek,
baik aspek fisik maupun sosial budaya yang terdapat di wilayah tersebut.
Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat
pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama
yang ada di daerah tersebut. Misalnya, Pulau Bali merupakan suatu
wilayah yang memiliki potensi utama wisata alam dan sosial budaya. Pulau
Bali dapat berkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu
perkembangan sektor lainnya, terutama industri cinderamata, perdagangan,
transportasi, perhotelan, dan usaha jasa lainnya. Pada akhirnya
diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah di
sekitarnya terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur yang pada awalnya relatif kurang berkembang.
Ada tiga teori untuk menentukan wilayah pusat pertumbuhan, tiga teori ini tampak saling melengkapi.
Teori tempat yang sentral (Central Place Theory)
Tiga teori tempat sentral, yang pertama adalah Teori tempat yang sentral (Central Place Theory)
dikemukakan oleh seorang ahli geografi Jerman bernama Walter
Christaller. Dalam bukunya Die Zentralen Orte In Suddeutschland (1933),
Christaller bermaksud menemukan berbagai dalil atau kecenderungan yang
menentukan jumlah, besar, dan penyebaran kota dalam lingkungan. Teori
tempat yang sentral merupakan pengembangan teori perkembangan kota yang
sebelumnya telah ada, yaitu teori letak industri dari Alfred Webber
(1909) dan lokasi pertanian dari von Thunenn (1826). Teori yang
dikemukakan oleh Christaller ini bertitik tolak dari letak perdagangan
dan pelayanan dalam sebuah kota.
Menurut Chistaller, kota sentral merupakan
pusat bagi daerah sekitarnya yang menjadi penghubung perdagangan dengan
wilayah lain. Selanjutnya, Christaller menyebutkannya sebagai tempat
sentral karena tempat yang sentral tersebut tidaklah semata-mata hanya
bergantung kepada aspek permukiman penduduk. Tempat yang ditunjukkan
tersebut dapat lebih besar atau mungkin lebih kecil daripada sebuah
kota. Apabila sebuah tempat mempunyai berbagai fungsi sentral untuk
daerah-daerah di sekitarnya yang kurang begitu penting, daerah tersebut
dinamakan tempat sentral tingkat tinggi. Adapun sebuah tempat yang hanya
merupakan pusat bagi kegiatan setempat dinamakan tempat sentral rendah
atau tingkat paling rendah.
Dalam memahami distribusi barang di tempat
sentral, terdapat perbedaan jarak keterjangkauan barang yang dibedakan
ke dalam batas atas dan batas bawah. Batas atas adalah jarak terjauh
yang harus ditempuh penduduk untuk membeli barang di tempat sentral
tertentu. Batas bawah atau nilai minimum adalah jarak sebuah daerah yang
dihuni sejumlah minimum orang agar barang tersebut memberikan
keuntungan.
Dalam memahami tempat-tempat sentral,
haruslah terlebih dahulu melihat jangkauan barang-barang sentral
tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa sistem tempat sentral tersebut
dikuasai oleh asas pasar. Dalam arti, semua daerah
harus dilengkapi dengan barang-barang yang diperlukan dan lokasi
tempat-tempat sentral harus sesedikit mungkin.
Selain asas pasar seperti yang telah
dijelaskan, penentuan tempat sentral juga sangat dipengaruhi oleh asas
pengangkutan dan asas pemerintahan.
Menurut asas pengangkutan,
penyebaran tempat-tempat sentral paling menguntungkan apabila terdapat
tempat penting terletak pada jalan yang menghubungkan dua kota. Jalan
penghubung dua kota ini hendaknya berjarak pendek dan lurus.
Asas pemerintahan lebih
ditekankan pada penyatuan dan perlindungan kelompok masyarakat yang
terpisah dari ancaman musuh. Oleh karena itu, sebuah tempat sentral
ideal menurut asas pemerintahan adalah kota besar yang berada di
tengah-tengah kota dan dikelilingi oleh kota-kota satelit dan tak
berpenghuni di pinggirnya.
Teori Sektor
Ke-2 yaitu Teori Sektor,
Teori penting sebagai pelengkap teori tempat sentral adalah teori August
Losch. Dalam bukunya yang berjudul The Economics of Location (1954),
Losch menaruh perhatian pada daerah-daerah ekonomi. Losch bertolak dari
kesamaan topografi sebuah tempat yang berada di dataran sama seperti apa
yang dasar pengembangan teori Christaller dan mempelajari faktor-faktor
yang menyebabkan terbentuknya daerah-daerah ekonomi tersebut. Dalam hal
ini, yang paling utama adalah munculnya grafik permintaan. Grafik ini
menunjukkan adanya jumlah permintaan yang tinggi, sedangkan di wilayah
pinggir permintaannya sedikit. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga
akibat naiknya biaya pengangkutan.
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory)
Yang ke-3, Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory),
Teori kutub pertumbuhan atau sering pula disebut teori pusat
pertumbuhan kali pertama diperkenalkan oleh Perroux pada 1955. teori ini
menyatakan bahwa pembangunan sebuah kota atau wilayah merupakan hasil
proses dan tidak terjadi secara serentak, melainkan muncul di
tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda.
Tempat atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan atau pengembangan
dinamakan kutub pertumbuhan.
Kota pada umumnya merupakan pusat
pertumbuhan yang terus mengalami perkembangan mulai dari pusat
pertumbuhan, lalu menjalar dan mempengaruhi daerah sekitarnya atau ke
pusat pertumbuhan yang lebih rendah ke arah perkembangan yang lebih
besar dan kompleks.
Pusat Pertumbuhan di Indonesia
Konsep pusat pertumbuhan kemudian diadopsi
oleh di Indonesia pada masa Orde Baru. Dalam pelaksanaan pembangunan di
Indonesia, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) membagi beberapa kota besar di Indonesia yang memiliki letak
sentral sebagai pusat pertumbuhan yang terdiri atas empat wilayah, yaitu
Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar (Ujungpandang). Dari empat
wilayah utama tersebut kemudian dibagi lagi menjadi wilayah-wilayah
pembangunan dengan pusat-pusat kota yang terdekat.
Wilayah Pembangunan Utama | Pusat Pertumbuhan | Wilayah Pembangunan | Wilayah yang dikembangkan |
---|---|---|---|
A | Medan | I | Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara dengan pusat di Medan |
II | Sumatra Barat dan Riau yang berpusat di Pekanbaru | ||
B | Jakarta | III | Jambi, Sumatra Selatan, dan Bengkulu dengan pusat di Palembang |
IV | Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY yang berpusat di Jakarta | ||
V | Kalimantan Barat yang berpusat di Pontianak | ||
C | Surabaya | VI | Jawa Timur dan Bali yang berpusat di Surabaya |
VII | Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berpusat di Balikpapan dan Samarinda | ||
D | Ujung Pandang | VIII | Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara yang berpusat di Ujungpandang (Makasar) |
IX | Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara yang berpusat di Menado | ||
X | Maluku dan Papua yang berpusat di Sorong |
Kebeijakan pusat pertumbuhan Era Orde baru
ini kemudian menimbulkan polemik karena menghasilkan gap yang sangat
besar antara wilayah pusat dan daerah. pada Era Reformasi pemerintah
merubah kebijakan yang dinilai sentralistik, menjadi desentralisasi
melalui kebijakan otonomi daerah.
Di Era keninin, sesuai dengan tema Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2018, maka pengembangan wilayah akan
ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan
pembangunan daerah pada tahun 2018 akan didorong melalui pertumbuhan
peranan sektor jasa-jasa, sektor industri pengolahan dan sektor
pertanian. Peningkatan kontribusi sektor-sektor tersebut dilakukan
seiring dengan terus dikembangkannya kawasan-kawasan strategis di
wilayah yang menjadi main prime mover (pendorong pertumbuhan utama) antara lain:
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);
- Kawasan Industri (KI);
- Kawasan Perkotaan (megapolitan dan metropolitan);
- Kawasan Pariwisata; serta,
- Kawasan yang berbasis pertanian dan potensi wilayah seperti agropolitan dan minapolitan.
Dari sisi pemerataan pembangunan, kebijakan
pembangunan daerah diarahkan untuk pengurangan kesenjangan antar
wilayah terutama untuk pembangunan kawasan barat dan kawasan timur
Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan.
Kebijakan yang dilakukan adalah dengan
mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur serta
mendorong peningkatan investasi di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan, dan Sumatera; dengan tetap menjaga momentum
pembangunan Wilayah Jawa.
Pengembangan wilayah didasarkan pada 7
(tujuh) pengembangan wilayah pulau yang meliputi Wilayah Pulau Papua,
Wilayah Kepulauan Maluku, Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, Wilayah Pulau
Sulawesi, Wilayah Pulau Kalimantan, Wilayah Pulau Jawa-Bali dan
Wilayah Pulau Sumatera. Sasaran pengembangan wilayah tahun 2018
ditujukan pada pertumbuhan dan pemerataan antarwilayah dengan lebih
meningkatkan peran ekonomi wilayah luar Jawa.
Batas wilayah pertumbuhan
Penentuan batas wilayah pertumbuhan dapat
diartikan sebagai suatu upaya untuk menentukan batas pengaruh dari suatu
pusat pertumbuhan terhadap wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
Identifikasi untuk menentukan batas wilayah pertumbuhan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan Teori Gravitasi dan
Teori Grafik.
Penentuan Batas Wilayah Pertumbuhan Berdasarkan Teori Gravitasi
Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan
dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton (1687). Inti dari teori
ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan
memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya
gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan
hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak antara kedua benda tersebut.
Model gravitasi Newton ini kemudian
diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi untuk mengukur
kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan
hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara
dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah
penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut, atau sebagai
formulasinya yang linier dengan Newton, kekuatan interaksi dua wilayah
adalah hasil kali jumlah penduduk dua wilayah berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak dua tempat tersebut.
Penentuan Batas Wilayah Pertumbuhan Berdasarkan Teori Titik Henti
Teori titik henti (The Breaking Theory)
merupakan suatu cara untuk memperkirakan lokai garis batas yang
memisahkan pusat-pusat perdagangan dari dua buah kota yang berbeda
ukurannya.
Esensi dari teori titik henti adalah bahwa
jarak yang lebih kecil ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara
kedua pusat pandangan itu dan berbanding terbalik dengan satu ditambah
akar kuadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya lebih besar
dibagi dengan jumlah penduduk kota yang lebih sedikit.
Penentuan Batas Wilayah Pertumbuhan Berdasarkan Potensi Penduduk
Indeks potensi penduduk adalah ukuran untuk
melihat kekuatan potensi aliran pada tiap-tiap lokasi. Indeks Penduduk
(PP) juga dapat mengukur kemungkinan penduduk di suatu wilayah untuk
melakukan interaksi dengan wilayah-wilayah lainnya.
Penentuan Batas Wilayah Pertumbuhan Berdasarkan Teori Grafik
Teori Grafik (Graph Theory) dikemukakan
oleh K.J. Kansky dalam tulisannya yang berjudul Structure of
Transportation Network. Teori ini diterapkan dalam geografi untuk
menentukan batas wilayah secara fungsional berdasarkan arah dan
intensitas arus atau interaksi antara wilayah inti dan wilayah di luar
inti. Menurutnya, jaringan transportasi merupakan salah satu ciri
kekuatan interaksi antarwilayah. Dalam hal ini wilayah yang dihubungkan
oleh jaringan transportasi yang kompleks cenderung memiliki pola
interaksi keruangan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah
yang hanya memiliki jaringan transportasi yang sederhana, seperti
jaringan jalan yang lurus tanpa cabang.
Perencanaan tata ruang nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang
dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang. Jangka waktu Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau
kembali satu kali dalam lima tahun.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memuat:
- Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
- Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
- Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
- Pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
- Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
- Penataan ruang kawasan strategis nasional;
- Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan pengembangan struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang wilayah nasional:
- Akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah.
- Kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air.
Pola ruang wilayah nasional:
- Kawasan lindung.
- Kawasan budi daya.
- Kawasan strategis nasional.
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Nasional
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
- Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
- Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
- Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
- Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia;
- Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
- Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
- Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
- Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor;
- Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.
Secara lengkap mengenai perencanaan tata
ruang wilayah nasional bisa kalian ketahui dari Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi adalah
rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi. Dalam
penyusunannya harus mengacu pada RTRWN, pedoman bidang penataan ruang,
dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Isi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi memuat:
- Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
- Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan pada wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
- Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
- Penetapan kawasan strategis provinsi;
- Arahan pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;
- Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi
merupakan arahan perwujudan ruang wilayah provinsi yang diinginkan pada
masa yang akan datang.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi berfungsi:
- Sebagai dasar untuk memformulasi kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
- Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW provinsi;
- Sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota adalah
rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang
berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten,
rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah
kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten.
Permasalahan dalam penerapan tata ruang wilayah
Beberapa tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam penerapan tata ruang wilayah, antara lain:
- Jumlah penduduk yang sangat besar, dan kemiskinan.
- Kesenjangan antar wilayah.
- Bencana alam yang tinggi. dan
- Krisis pangan, energi, dan air serta perubahan iklim.
Permasalahan yang dihadapi penerapan tata ruang wilayah
- Meningkatnya kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan.
- Terjadi alih fungsi lahan. Konflik kepentingan antar-sektor (kehutanan, pertambangan, lingkungan, perasarana wilayah, dll)
- Konflik antar-wilayah: Pusat-Daerah dan Antardaerah.
- Penggunaan ruang tidak sesuai peruntukan.
- Menurunnya luas kawasan yang berfungsi lindung, kawasan resapan air dan meningkatnya DAS kritis.
Pelanggaran yang sering muncul: Pertama
adalah penggunaan lahan, sudah bukan rahasia lagi bahwa pada sektor
penggunaan lahan adalah sektor pelanggaran yang paling banyak terjadi di
Indonesia, kedua kualitas ruang karena ekslusivitas permukiman, dan
ketiga kesenjangan pembangunan antar wilayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar